Jumat, 29 Juni 2012

Matahari

       Kau tahu ? mengapa aku menamai blogku dengan kata Matahari ? entahlah, yang jelas aku merasa ingin sekali seperti matahari. matahari bukanakah kata yang menarik ? matahari, panas, menyengat, memberi kehidupan, bahkan memberimu penyakit kulit ? ia kan ? tapi entahlah, akhir-akhir ini aku merasa matahari yang menyinariku padam, apa dia sudah mati ? aku tidak tahu, yang jelas saat ini aku merasa seperti rembulan, ditemani kegelapan. aku merasa sepi. ini sungguh menyedihkan bukan ? aku mempunyai moto hidup : semangat, namun semua itu serasa musnah dan hilang. aku bingung kenapa ? perasaan gundah, tak menentu dan sepi. kau tahu serasa terjebak dalam hutan belantara tanpa kawan, tanpa kehidupan.

Minggu, 24 Juni 2012

Ular atau Oray ???

        Oray ? apa yang ada di dalam benakmu ketika mendengar kata itu kawan ?? sempatkah kau berpikir kata itu seperti berasal dari bahasa sunda ? atau mungkin bahasa dari suku lain ?-entahlah, yang jelas semacam itulah (jangan tanya!!!).

        Kau tahu, oray sebenarnya sebutan bagi orang sunda untuk memanggil ular, aku rasa disini ada semacam persamaan kata, yang diganti hanyalah hurup vokalnya saja. namun bukan itu yang ingin ku jadikan topik kali ini. namun keanehan yang terjadi dari nama-nama ular tersebut dalam dimensi orang sunda. 

        Coba bayangkan ular sawah ? bagaimana bentuk dan warna dari ular yang suka berendam di dalam kubangan lumpur padi? yang jelas (aku lupa nama latin ular itu, meskipun sedah mencarnya di google tapi tidak tahu-anggap saja begitu) ular itu berwarna hitam, panjangnya kira-kira satu meter setengah, dengan sisik yang kecil-kecil. tapi bukan itu yang menjadi persoalanya, karena ular tersebut dapat di jumpai di sawah mana pun. namun panggilan dari ular tersebut, ya tentu saja itu yang membutku agak bingung akhir-akhir ini. nama dari ular itu dalam bahasa sunda adalah oray gibug , coba kau bayangkan ? mengapa gibug ? aku dengan sengaja bertanya pada nenekku-nenek dari ibuku yang memang seorang petani-dan kau tahu apa jawabannya ? ya dia dengan santainya berseloroh bahwa 'dinamai gibug karena sesuai dengan gerak gerik tubuhnya ketika sedang berselok-selok(apa itu berselok-selok?entahlah yang jelas semacam meliuk-liuk) dan badan ular itu ngagibeg atu bergetar, sehingga dengan serta merta ular itu pun di namai dengan oray gibug'. dapatkah kag bayangkan kawan ? bayangkan segampang itukah mereka menamai ular tersebut, sedangkan nama latinnya pasti begitu keren dan agak lumayan sulit untuk diucapkan ? mengapa ? hanya dari cara ular itu bergerak ? ini sungguh tidak masuk akal, tidak sesuai dengan ketentuan klasifikasi. aku yakin sekali orang yang menemukan ular sawah tersebut akan terheran-heran dan bingung (sekaligus terpingkal-pingkal jika dibutuhkan), aku yakin betapa sulitnya ia-ilmuan tersebut-mengklasifikasikan ular hitam yang senang tinggal de sela-sela pohon padi. 

         Namun  itulah budaya, betapa hebat sebuah logika sederhana, melihat dan menamai dengan mudahya. aku yakin sepertinya terdapat perbbedaan tahun temuan dari sang penemunya dan juga orang sunda maupun suku-suku lain didunia. dan pada akhirnya aku tersadar bahwa apa yang sedang aku pusingkan ini adalah soal yang sangat mendasar bagi nama-nama ular yang lainya di berbagai suku banggsa di dunia ini. hanya saja pertanyaan lain pun muncul begitu saja dalam benakku, mengapa ? mengapa aku mempersoalkan hal yang telah lama di terapkan-setidaknya begitu(hahaha) lupaakan!!! apa yang aku tulis ini-anggap saja-semata-mata karena keingin tahuanku terhada suatu hal yang sepertinya  terlihat sederhana namun entah kenapa menjadi rumit-walaupun aku belum mengurainya secara detail. akan tetapi satu hal yang pasti saat aku menulis ini adalah suatu kesempatan langka karena laptop dan juga internya geretongan, dengan waktu yang mepet dan minim inspirasi. tentu saja aku mesti dan patut bersyukur (haahahah). lupakan sajaaaaaaaaaa

Jumat, 22 Juni 2012

Tepat di Depan Jalan Itu

       Tepat di depan jalan itu, jalan yang menghubungkan dua kampung di desaku, kau tau, jalan setapak yang berakhir pada jembatan yang terbuat dari kayu yang telah lapuk dimakan waktu. sebuah sunggai yang cukup lebar itulah yang menjadi batas antara kampung sawah baru dengan ciherang kidul. sungai yang menjadi sumber penghidupan bagi para penggali pasir, sungai yang menjadi tempat bagi para ibu untuk mencuci baju-termasuk aku-sekaligus tempat orang-orang kampung yang tak punya wc dan kamar mandi sebagai tempat buang hajat dan keperluan mck-nya (aku punya kamar mandi yang lengkap). dan surga bagi anak-anak.
      sungai yang jernih ketika pagi menjelang dan akan berubah menjadi keruh ketika beranjak siang, tentu saja ini dikarenakan aktifitas para penggali pasir yang mengangkut pasir secara manual di hulu sungai sehingga berdampak keruh sampai ke hilir. di tepi jembatan itu lantainya dijadikan ubin seperti rumah kebanyakan hanya saja tidak memakai keramik, hanya di plester oleh semen seadanya, seperti biasa swadaya masyarakatlah yang berperan dalam pembuatan tempat itu agar nyaman di pakai oleh ibu-ibu untuk mencuci pakaian. disitulah tersimpan banyak kenangan para penduduk kampung, entah kisah sedih, senang, bergosip ria, bahkan kecelakaan naas pun menjadi bumbu dalam mewarnai tempat itu. tempat yang tidak terlalu luas itu memiliki satu sumur yang terdapat di sebelah ujung dekat dengan wc umum, sebenarnya aku cukup prihatin terhadap wc tang berukuran kurang lebih satu kali satu meter tersebut, dengan tinga sekitar 170 cm, dindingnya di penuhi lukut hijau yang lembab, kadang terdapat lendir yang sangat menjijikan, mungkin dar sisa-sisa sabun. yang jelas tempat tersebut tidak layak dipakai untuk mck, biasanya kebanyak orang kampung itu meskipun sudah punya wc di rumah tetapi mereka masih saja melakukan aktifitas seperti mencuci, membasuh makanan, beras, dan cuci piring pun di sungai, terutama buang hajat. jangan kau tanya brow, setiap pagi bapa-bapa, ibu-ibu, bujang-bujang, gadis-gadis, nongkrong di pinggir kali untuk hajat berjamaah. mengerikan sebenarnya.-aku ? tentu saja tidak !!!.
      Entah karena sudah terbiasa atau apa, yang jelas apabila wc dirumah mereka bisa berucap maka aku yakin saat ini para wc rumahan tersebut sengan mengadakan aksi mogok wc dan berdemo di depan gedung DPRD kabupaten Bogor-wcku sangat bahagia karena pemiliknya sangat setia!!!
       yaaa itulah gambaran sederhana mengenai sungai tepi jalan tersebut.....

Berkabut

        Sudah lama aku tidak melihat kabut menyelimuti kampung kecil yg sangat padat akan penduduknya. Ya kampung ini begitu menyesakan, bahkan jalan setapak pun dicaplok setengahnya oleh keluarga-keluarga baru yg membuat rumah dengan kondisi lahan memaksa. Memaksa sana sini, serempet sana serempet sini. Entah kampung apa ini ? Mungkin belum seberapa jika dibandingkan dengan jakarta-jangan tanya. Apa peduliku soal kepadatan penduduk yang sangat tak karuan ini ? Aku hanya seorang remaja SMA yang baru bisa melihat suatu kondisi tanpa mau menganalisisnya lebih lanjut, jangankan untuk menganalisis membuat hipotesis saja rasanya enggan. Ya anggap saja aku adalah potret remaja masa kini, yang hanya perduli diri sendiri dengan segudang masalah jadi diri dan percintaan-ralat percintaan sangat sial bagiku. 
        Mengertikah teman akan kehidupan ? Tanyakan itu pada anak gaul dan anak alay-ingat aku sudah menjadi ex-alay. Topik yang mereka bicarakan tak kan jauh dari cinta, laki-laki, tren masa kini, dan teknologi(BB, android). Lupakan anak alay maupun anak gaul. Peduli apa aku terhadap hal semacam itu? -salahkan saja mentri pendidikan. 
Kabut seakan menjadi suatu pertanda, pertanda masa-masa setiap remaja. -entah apa hubunganya jangan tanya ! 
       Yang jelas secara tidak langsung kabut menandakan sesuatu, seperti terdapat filosofi tersendiri dari hal tersebut. Ketika pagi menjelang aku sudah tidak merasakan kesejukan yang menusuk dalam tulang, sepertinya kadar kesejukan itu menurun secara perlahan tapi pasti, dapat kau rasakanlah ? Rasakan saja ! Hari demi hari ku lewati seperti berada ditunggu api yang volumenya semakin meningkat saja ! Panas ? Dapatkah kau rasakan ? Rasakan saja ! Daun-daun terasa cepat menguning, mengering dan mati. Ditambah asap dari segala macam asap. Ahk aku merasa desaku ini semakin terpanggang sang surya. Entah mengapa aku mengira cahaya itu memberikan suatu pertanda kepada kita ! Tentunya kita selalu mengeluh sehingga tak sadar akan pertanda itu. Yah pemanasan global ini semakin terasa membakar sedikit sedikit tapi pasti. Kita menyepelekan hal itu karna menurut para ilmuan yang memprediksi puncak pemanasan global sekitar taun sekian. . . Dan bukan sekarang, tapi sudah sangat terasa bukan ? Ha !-salahkan mentri kehutanan ! Aku tidak ingin membahas tentang hutan hujan tropis kita yang berperan sebagai paru-paru dunia ini lambat laun semakin hilang. Kau taulah apa sebabnya ? Kepadatan penduduk yang memaksa dibukanya lahan untuk tempat tinggal !-salahkan mentri pembangunan ! Haaaa mengapa pula tinggkat populasi manusia membludak begitu cepatnya ? -salahkan mentri kesehatan, terutama gagalnya program KB. Ya mungkin karena sex bebas ?-tapi tinggkat aborsi dikalangan remaja pun sangat tinggi ? -salahkan mentri pemberdayaan wanita ! 
Kalo sudah begini kuberikan satu solusi, ya hanya satu. Aku berharap kita sadar dan mau bertindak ! Itu saja. . .