Kamis, 31 Januari 2013

Yang Sengaja di Lupakan




            Kali ini aku benar-benar menangis, menangisi hal yang seharusnya tak boleh aku ingat-ingat lagi. Kau tahu mengapa ? karena orang yang kutangisi itu seharusnya sudah tenang di alam baka. Tapi, lihatlah aku malah menangis sseraya menepuk-nepuk dadaku, rasanya ssakit sekali. Aku merasa kehilangan. Selama ini aku sengaja, membiarkan kenangan bersama dengan pengaruhnya hilang, seperti menguap. Sudah hampir selama ini aku kuat, bisa tanpa petuah-petuah sederhana yang sangat berarti darinya, mirip ssemacam dengan vitamin yang harus rutin di konsumsi setiap hari, karena bila dilupakan akan membahayakan bagi kesehatan. Kau tahukan vitamin itu hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, namun walaupun sedikit harus ada, karena ia berperan sebagai regulator di dalam metabolisme sel tubuh kita.
            Bukankan vitamin itu sangat penting ? sama halnya dengan pengaruh yang ia berikan padaku, meskipun masih terdapat sisa-sisa yang sebagian kecil masih bisa kurasakan namun lambat laun kebutuhan akan petuah-petuah yang membangun jiwa itu semakin mendesak. Tidak pernah ada yang sama. Dan sekalipun itu motovator terbaik di dunia ini tidak akan pernah menggantikanya. Selamanya.
            Aku menangis lagi. Rasanya begitu nyata, sakit sekali. Aku butuh petuah-petuah sialan yang mampu membuatku bangkit dari keterpurukan dan berbagai tekanan, apalagi saat ini, di tengah-tengah segudang pelajaran dan juga ujian yaang akan kuhadapi, aku goyah. Mengingatnya membuatku tepental ke masa lalu, maasaa dimana orang itu masih ada, berceloteh ringan yang penuh dengan makna dan arti kehidupan. Mengartikan setiap nikmat-Nya, dan mensyukurinya. Bahkan sampai saat ini setipa kata yang berkesan darinya selalu terpattri dalam benakku.
            Di tengah tipu daya duniawi dan jahatnya hubungan sosial saat ini, aku semakin mundur, mentalku yang telah dibangun oleh iman dan juga ketakwaan belum sepenuhnya sempurna, ketika ia masih ada, petuah-petuahnyalah yang menjadi doping apabila iman dan takwaku mulai melemah. Ataupun ketika krisis kepercayaan dan jati diriku yang masih labil, perkaataan perkataan ssederhananyalah yang mampu membuatku percaya akan diriku senddiri, percaya bahwa aku mampu menghadapi dunia,percaya bahwa aku paasti beerhasil di masa yang akan datang. Selaalu percaya pada diri sendiri.
            Namun ketika ia pergi, aku telah mengikhlaskanya, mungkin begitulah takdir tuhan, orang baik tidak pernah berlama-lama tinggal di dunia yang penuh dengan tipu daya ini. Ia kembali kepangkuan yaang maha kuasa karena menderita penyakit gagal ginjal. Tidak lama, hanya sebentar saja, lalu pergi. Takdir tuhan siapa yang tahu ?
            Aku selalu meyakinkan diriku bahwa aku pasti bisa, pasti bisa tanpa harus selalu bergantung pada nasehat-nasehatnya. Sudah terlalu banyak pelajarn mengenai hidup yang ia berikan padaku. Aku kagum padanya, ia pekerja keras, sangat mencintai keluarganya. Tidak akan pernah ada yang sepertinya lagi. Sungguh. Aku merasa beruntung setidaknya hampir 2 tahun aku mengenalnya, meskipun singkat, akan tetapi itu semua sangat indah dan berharga. Sudah sampir selama ini, aku baru bisa mengenaangnya melalui sebuah tulisan yang mungkin masih sangat buruk.
            Meskipun ia sudah beristrirahat dengaan tenang, aku akan tetap membuktikan bahwa aku mampu, aku pasti bisa, lihat saja nanti. Mungkin saat ini satu-satunya cara untuk mengembalikan motivasiku adalah dengan mengenangnya seperti ini, ditengah-tengah tekanan dan seluruh beban yang sangat berat saat ini. “Aku pasti bisa, aku bisa pak, bapak tenang aja,  aku akan belajar dengan baik, makan dengan baik, berdoa dengan baik, dan aku pasti berhasil, aku sangat benci keluargaku sendiri, terutama ayahku, tapi, kau sselalu bilang, jangan pedulikan dia, urusi saja hidup dan massa depanmu untuk membuktikan bahwa apapun yang kau pilih itu dalah yang terbaik, aku akan selalu mengingat itu pak, akan selalu dan selamanya. Sungguh. Maapkan aku, jika aku menangis untukmu dan membuatku tersiksa, mulai dari sekarang aku akan bangkit, kau tahu, pelajarn kimai akan kutaklukan di UN nanti, lihat saja nantti pak, terimakasih banyak pak. Selamat jalan.....”

Rabu, 30 Januari 2013

Catatan Usaang




Ini benar-benar membosankan asalkan kau tahu, dua minggu tanpa berlibur, anggap saja begitu, aku tidak mempunyai selera yang cukup bagus untuk ini semua, sangat bodoh, hanya mengotak-atik laptop dan begitulah aktifitas yang entah mengapa selalu aku kerjakan, bahkan untuk membuat cerpen saja rasanya inspirasi itu hilang, aku yakin ia sedang berlibur bersama dengan semangat, mengerikan bukan, hidupku selama hampir dua minggu harus terkapar di dalam kamar yang luasnya tak mencapai 1km. Aku benci ini, meskipun begitu aku bersyukur laptop dan handphoneku masih mau menemaniku walau aku sendiri sangat bosan meihat mereka. Hanya sebatass tidur dan tidur, kawan membaca novel saja saat ini begitu menyeramkan, kau tahu kenapa ? mataku tak kuat lagi mentap lama-lama rangkaian kata itu, meskipun ceritanya seru bahkan lebih membahana badai dari pada bulu mata syahrini, namun apa boleh buat ? aku tak sanggup membacaya, buku-buku itu sama saja dengan obat tidur,  aku takut bila terlalu sering tidur, tentu saja itu dapat membuat berat badanku naik, entah berapa kilo, yang jelas liburan saatini adalah liburan terburuk yang pernah kurasakan. Kalau aku boleh jujur menekan tombol-tombol keyboard seperti ini membuatku migren sebelah. Ini semua kupaksakan, tadinya aku hanya ingin iseng saja, tapi pada akhirnya aku menceritakan semuanya, haha bukankah ini sangat konyol kawan ? ahaha lupakan !! aku tahu ini konyolmencoba mengawali chat dengan beberapa orang yang ku kenal namun sayang hasilnya nihil, ini membuatku sangat bosan sekali sekali sangat bosaaannnnnn !!! tolong ku berharap segera masuk sekolah dan ya sibuk lagi !! namun sodara-sodara apa yang terjadi ketika masuk sekolah ? ya tugas menumpuk disana disini dimana-mana, mengerikan !! belum lagi ujian nasional yang akan segera tiba, maksudnya ya begitu, aaahhhh beteeeeee !!!!! stresss berat ahahahhhhh

Catatan usang seperti apa ? seperti usangkah ? bukankah aku mencatat dan menyimpanya di sini ? bukankah ini canggih ? benarkan ? ya seharusnya begitu benar. Apa yang sedang aku pikirkan saat ini aku tidak tahu, sepertinya aku labil, tapi adiku lebih labil. Entah apa yang seharusnya aku tuliskan ? aku tidak tahu, sangat tidak tahu, benar-benar tidak tahu. Hentikan saja dan lupakan saja. Terima kasih, tapi untuk apa ? untuk apa ? entahlah, benar-benar kacau.

Tanpa Judul


                Entah apa yang semestinya ku postkan pada blog yang miskin pengunjung ini, seandainya ada, paling hanya kebetulan lewat atau karena kesalahan pada saat mengklik sehingga masuklah kelaman lapuk ini, menyedihkan. Hai kawan, ijinkanlah aku untuk mencurahkan isi hatiku yang entah mengapa kahir-akhir ini sangat kacau, bahkan tak menentu. Mungkin karena terlalu stres menghadapi ujian, to, dan serangkaian hal-hal yang menyangkut masa depan, aku takut. Selama ini aku mencoba untuk tegar menghadapi semua ini, akan tetapi coba lihat bagaimana keadaanku saat ini? Sungguh mengerikan, terkadang aku malah membanci diriku sendiri, entah itu karena hal sepele ataupun yang lainya. Entah mengapa rasa benci terhadap diri sendiri itu kini muncul lagi setelah sekian lama aku berhasil menguasainya. Aku takut kebiasaan burukku terulang kembali, haanya karena hasil jepretan alat canggih abad 21 yang terkadang membuatku naaik pitam.
      Irois memang, hanya karena masalah sepele lalu dengan serta merta aku membenci diriku seperti 1 tahun yang lalu. Aku tahu ini akan berakibat buruk terhadap kesehatanku, tapi mau bagaimana lagi. Fobia akan badan yang tidak sempurna dan wajah yang terlalu bulat membuatku semakin melupakan nikmat dan karunia-Nya. Ini sangat keterlaluan, sudaah kucoba untuk melupakan semua kehawatiran itu namun apa daya, sepertinya imanku terlalu lemah. Mengerikan.
      Belum lagi serangkain tekanan yang tengah aku hadapi untuk UN. Seperti terdapat ratusan ton beban berat yang menempel di pundak dan d pikiranku. Aku tau, aku sudah membulatkan tekad, menggepalkan niat dan percaya diri sendiri. Namun akibat kelalaianku d massala lalu, tentu saja ada beberapa pelajaran yang sebelumnya belum aku kuasai d kelas sebelas dan sepuluh, yang akan menghambt pengerjaan soal-soal UN nanti. Aku sangat percaya diri, walau terkadang rasa percaya diri itu goyah, anamun tetap saja aku berusaha untuk jujur dalam setiap ujian yang kuhadapi selama aku sekolah.
            Walaupun kebanyakan sakit haati yang ku terima karena melihat teman-teman yang di kelas kemampuanya biasa-biasa saja bahkan di bawahku, namun ketika ujian nilai mereka di atasku. Sunggu sakit. Akan tetapi aku selalu merasa bangga terhadap nilai-nilaiku selama ini. Karena walaupun jelek itu adalah hasil jerih payahku sendiri. Aku juga benci tes IQ. Tes itu sangat memuakan bagiku. Entah mengapa tes yang katanya mampu mengukur seberapa cerdas otak kita. Pertaa kali aku tes IQ hasilnya sangat mengecewakan, d bawah seraatus, walauupun tergolong rata-rata, tetap saja itu sangat mengecewakan.aku merassa tidak terlalu bodoh, setidaknya dari SD sampai SMA saaat ini aku selalu mendapat peringkat 5 besar. Namun lihat IQ-ku begitu mengecewakan, sedangkan adiku yang pemalas, tidak pernah belajar tapi IQ-nya 122, sangat menyebalkan bukan ? ini aneh. Aku yakin ada yang salah dalam tes IQ itu. Sungguh aku benci tess IQ.
      Bukan hanya itu saja, aku jugaa tidak terlalu suka pelajaran fisika, bukan, bukan karena isinya rumus semua, akan tetapi metode pembelajaranya yang benar-benar buruk. Hampir dua tahun aku bolot fisika, sebenarnya tidak terlalu bolot akan tetapi karena gurunya, yang hampir di kelas satu dan dua itu-itu saja dan jaran masuk kelas apa lagi memberikan materi. Ini benar-benar merugikan. Karena imbasnya saat ini, ketika kelas tigaa yang akan menghadapi UN.
      Kalo boleh aku berpendapat UN di negara tercinta ini benar-benar palsu, lulusan palsu, nilai rapot palssu, semuanya serba palsu. Aku akui itu. Aku tidaak bermaksud sombong karena aku juga termasuk bagian dari yang palsu itu, sedikit. Sistem negara ini benar-benar kacau. Cita-citaku ingin sekali menjadi pengamat politik, namun lihat aku malah mengambil jurusan IPA, tammatlaah cita-cita itu, tergantikan oleh cita-citaku yang baru, menjadi seorang petani. Lihat saja, aku juga pasti akan berkontributor untu negara ini dalam satu bidang. Yaitu pertanian.

Minggu, 06 Januari 2013

Bahagia dan Cinta



Sekarang atau kapanpun itu pasti akan berubah, kau tau tidak, apa saja hal-hal yang membuatku bahagia ? orang bilang bahagia itu sederhana, entah sesederhana apa ? dan seperti apa yang tengah mereka pikirkan mengenai definisi sederhana yang menurutku berbeda. Ada banyak hal yang dapat membuatku bahagia, seperti makan enak, ataupun nilai ulangan yang bagus, setidaknya di atas kkm, dan masih banyak lagi, namun yang paling membahgiakann adalah ketika aku menyelesaikan panggilan alam dengan tenang dan damai, rasanya lega sekali, seperti dunia ini bertambah luas. Namun kebanyakan mungkin bahagia di mata remaja ssaat ini adalah kehidupan cinta, aku tidak terlalu mengerti menenai cinta dan tektek bengek yang menyertainya, mengapa ? karena hal seperti itu belum sempat aku pikirkan, pernah aku pikirkan akan tetapi itu sangat menggangu dalam proses pembelajaran jujur saja, ketika merasakan indahnya jatuh cinta-jujur saja aku juga normal meskipun tidak terlalu mengerti-maka kau akan melupakan segalanya, aku yakin fokusmu hanya terrtuju pada seseorang yakni si dia, dan secara perlahan pelajaran, peer bahkan kewajibanmu-mungkin-dalam ibadahpun sedikit melonggar, mungkin sebagian orang yang sangat menikmati indahnya jatuh cinta yang melupakan segalanya, setidaknya kau akan sedikit menggesser konsentrasimu yang tadinya belajar kerass dan bla bla, hanya karena ada orang lain yang sangat menaarik perhatianmu maka kau langsung menggeser tempat itu untuknya, sehingga secara tidak langsung kau aakan teralihkan, selalu tergesa-gesa ingin bertemu denganya, ataupun lebih ssering memperhatikan penampilanmu, benarkan ?
Ah jujur saja kawan itu sangat manusiawi, dan tentunya karena kita sedang masa pubertas itu wajar-wajar saja. Yang tidak wajar itu apabila kita terlalu fokus pada orang itu, ya tentunya akan merusak keseimbangan aktifitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagiku itu sangat tiddak baik, sama halnya virus ataupun bakteri yang sangat merugikan, aku tidak terlalu suka jatuh cinta, kalaupun mau aku hanya akan menjadiakannya ssebagai motivasi untuk menjadi yang lebih baik lagi, ya begitu saja. Aku bukan termasuk golongan anak gaul ataupun populer di sekolah, hanya anak biasa tidak terlalu istimewa, tidak menonjol dalam bidang non akademik, sedikit baik dalam bidang akademik, dan kebanyakan ceroboh dalam setiap hal yang kulakukan, sedikit buruk memang, hanya saja lebih baik dari pada tidak mencobanya, setidaknya kita mempunyai penngalaman dalam hal apapun terkecuali dalam hal yang negatif.  

Aku Berharap Ayahku Mati


“Aku berharap Ayahku mati” ujarku dengan nada yang datar dan dingin. Tatapanku lurus menerawang, “aku juga akan bahagia jika aku menjadi seorang yatim” tambahku dengan senyum sinis, “a pa yang menjadi dasar engkau mengatakan hal itu nak?” tanya wanita dihadapanku dengan hati-hati, “hatiku, rasaku, jiwaku terhadapnya telah mati” sahutku dengan datar, entahlah apa sekarang aku sudah jadi anak durhaka ? apa aku sudah membuat dosa yang sangat besar ? apa aku akan masuk neraka ? aku sungguh tak perduli, biarlah aku di cap oleh seluruh warga dunia, bahkan para malaikat sedikitpun aku tak perduli, wanita dihadapanku kini tercengang menatapku penuh dengan tanda tanya. “apa yang kau-“ kalimatanya segera kupotong “aku tidak perduli, apa pun yang akan kau  katakan padaku, aku tidak butuh nasihatmu, tentang orang tua, dalilnya, ataupun segala yang berhubungan dengan orang tua, aku sama sekali tidak perduli” tuturku dengan menatapnya tajam. “aku hanya ingin kau mendengarkan apa yang akan kuceritakan padamu, tanpa harus memberi komentar bahkan solusi untukku” jelasku dengan sinis, sungguh aku hanya ingin bercerita saja aku tidak membutuhkan solusi atau apalah itu, aku hanya tidak ingin kehilangan gravitasi kehidupanku dan tertarik oleh black hole. Biarpun aku dianggap aneh bahkan mungkin dianggap tak wajar oleh teman-temanku, aku tak perduli. Yang terpenting adalah aku masih waras dan aku masih bisa menjalani hidupku, hanya itu.
                Wanita yang berada di hadapanku adalah guru bp, entah bagaimana guru ini mencurigaiku sejak pertama masuk SMA, bu Ningrum namanya, orangnya manis, mempunyai perawakan tinggi pepat, wajahnya putih bersih, mungkin menggunakan kosmetik pemutih yang tidak berkwalitas, terbukti terdapat bercak hitam diantara pipinya yang cabi. Mudah sekali dikenali karena saat ini kosmetik tersebut populer dikalangan ibu-ibu, walaupun resikonya berbahaya. Ia memakai kaca mata tebal, dan berkerudung. Hampir enam bulan ia mencoba mendekatiku, dan sekarang ia berhasil membawaku masuk kerruangan yang di anggap “keramat” oleh seluruh siswa. Ia menanyakan mengapa aku tak pernah bergabung dengan teman-teman yang lainnya, apa aku pemalu ? apa aku punya musuh ? atau masalah keluarga ? pertanyaan konyol yang membuat kupingku berdenging adalah pertanyaan terakhir, lalu aku mengakui bahwa memang saat ini itulah masalahku, ahhkk bukan saat ini saja, akan tetapi selama hidupku ini. ”baiklah nak, ibu akan dengar semua keluhanmu, apapun itu ibu siap mendengarkan, katakanlah apa yang menjadi masalahmu, ibu tidak akan berkomentar apapun sebelum engkau selesai” ujarnya dengan ekspresi yang meyakinkan “baiklah, memang itu yang yang aku harapkan” tuturku sebelum kuawali ceritahidupku,aku mencoba tegar, tuk berbagi demi keseimbangan gravitasi hidupku, kuhembuskan napas yang panjang dan sesak ini. “entahlah , harus dari mana memulainya, yang jelas aku membenci keluargaku, terutama ayahku, sebenarnya untuk memanggilnya dengan sebutan ayah saja, sudah membuatku hancur, dan itu sangatlah menyulitkan, aku berharap ia mati dan pergi dari kehidupan dunia ini, karena aku tak menginginkanya, aku juga berharap tak pernah dilahirkan dalam keluarga ini, namun waktu dan takdir tak dapat di ubah, segalanya memang harus seperti ini.”
                “sungguh aku membenci ayahku, sampai matipun aku akan tetap membencinya, aku tahu semua orang akan menganggapku sebagai anak paling durhaka, dan mungkin aku  di cap masuk neraka. Semua itu hanya akan menjadi angin lalu, mereka boleh saja mencaci, memaki, dan mengumpatku, tetapi mereka tak tahu bagaimana dengan perasaanku, hatiku, dan juga hidupku, mereka tak pernahberpikir ke arah itu, aku merasa pantas berbicara seperti ini, pantas sekali, karena aku merasa lelah terus menerus bersandiwara di hadapan orang lain, ingin sekali aku menunjukan siapa diriku sebenarnya, karena aku tidak mungkin selamanya hidup dalam kemunafikan.”
                “harapanku telah hancur, tak ada yang tersisa untuk orang yang kupanggil ayah, aku menganggap ia sudah mati, dan akan semakin indah bila itu sampai terjadi. Entah sampai kapan ibuku bertahan dalam rumah itu, aku selalu mendorongnya untuk pergi ke meja hijau, aku tak ingin melihatnya terus menerus terluka, seandainya luka itu kasat mata, ku rasa tumpukan lukanya sudah membusuk, akan tetapi ibu selalu membela ayah, ibu selalu mengatakan bahwa baik buruknya dia tetaplah ayahmu, aku benci mendengarnya, aku sangat benci” ujarku panjang lebar, aku mulai terisak, tangisku buyar seketika, garis pertahananku jebol seketika, kuusap kedua pipiku, bersiap melanjutkan kisah ini, “baik aku dan adiku, sama-sama terluka, teraniaya, kami tidak menderita luka fisik akan tetapi batik kami !!!, yang aku takutkan sekarang adalah adiku, bagaimana jika ia berumah tangga kelak ? bagaimana jika ia menuruti sifat ayahku ? bagaimana ?”
                “Ayahku adalah seorang pengaguran, sebenarnya kami membuka klinik dirumah, sayangnya klinik kami terkadang sepi. Sedang Ayah hobi memancing dan berjudi, yang membuat keluarga kami terlilit banyak hutang. Aku lelah terus menerus belajar prihatin, bersabar. Melihat tingkah ayah yang santai dan lambat dalam merespon masalah kami, membuatku muak melihanya.”
                “Hal yang paling aneh adalah ayahku selalu memaki, mencaci, mengumpat bahkan tak jarang ancaman akan membunuh kami terlontar dari mulutnya yang kotor. Ayah paling tidak suka bila melihat kamimenangis, padahal yang menyebabkan kami menangis ia sendiri. Ia begitu sombong dengan kemampuan yang ia miliki, seakan tak ada seorangpun di dunia ini yang lebih hebat darinya. Seringkali jika kami tak tahu apakah esok akan makan atau tidak, ia berani mengumpat tuhannya sendiri. Banyak sekali musuh disekitarnya, pantas saja ia di benci oleh banyak orang, aku sendiri sebagai anaknya berharap ia lenyap.”
                “pernah ibu bercerita tentang masa lalu ayah, ibu bilang ayah tumbuh dalam balutan kekerasan dan kedisiplinan yang tinggi, kakek adalah orang yang paling ayah takuti, bahkan ayah pernah dikejar-kejar kakek dengan pedang tajam, hari-hari ayah dilalui dengan siksaan, keluarganya tidak harmonis.”
                “Namun apa pantas sekarang ia melampiaskan dendamnya pada kami ? apa dia tolol ? bukankah ia tersakiti dengan perlakuan kakek terhadapnya ? ia lupa bahwa aku, adiku, dan ibuku membencinya lebih dari apapun! Dasar bodoh ! kenapa aku harus mempunyai ayah seperti dia !!! aku berharap tuhan mendengarkan segala doaku. Aku tidak akan pernah menyesal, karena bagiku ia bagai benalu dalam hidupku.”
                “Aku selalu dikekang olehnya, ia terlalu posesif, sayangnya aku selalu terkena semburan caci maki, bukannya petuah.”
                “Aku ingin sekali seperti orang lain, sosok ayah yang selalu diidolakan, ayah yang penyayang, ayah yang membimbing anak-anaknya, ayah yang-“ paparku panjang lebar serapa mengusap ke dua pipiku. “Aku seperti orang bodoh yang berjalan di atas bara api, walaupun aku tahu kakiku terbakar, tetap saja aku melangkah diatasnya. Entah bagaimana, masalah ini telah menghilangkan sebagian hidupku” jelasku seraya membuang muka, mataku pedih, rasanya air mataku hanya terbuang sia-sia.
                “Aku rasa semuanya terbuka jelas di mata ibu akan aku yang sebenarnya, terimakasih banyak” akupun berlalu dengan santainya. Atmosfer di ruangan ini begitu sesak, membuatku sulit bernapas. Kulangkahkan kaki ini secara perlahan menuju pintu gerbang, adasedikit kelegaan yang kurasakan, aku menengadah ke atas langit yang mulai meredup digantikan sinar rembulan.
                “teetttttttttttt” ponselku bergetar lembut, menyadarkanku dari lamunan kosong, kulihat pesan singkat dari adiku, “ka pulang dirumah sedang gawat” aku hanya menyeriangai tajam.
                Rumahku tampak ramai dari kejauhan, dan banyak sekali orang yang berkerumun di depan mulut pintu, tanpa ambil pusing aku melanjutkan langkah yang tinggal 2 meter lagidari tempatku berpijak. Mataku menatap nanar bendera kuning di depan pagar, “va, sabar yaa, ini semua cobaan ya,” ujar salah seorang di dekatku. Aku terpaku, siapa ? siapa ? tiba-tiba adiku berlari menghamprir dengan mata yang sembab, “Ka-ka,….” Sapa adiku dengan terbata, “siapa ? siap ? ibu ?” tanyaku penasaran, cengkraman tanganku semakin kuat pada lengan adikku, “bu-bukan ka, tapi ayah ka, ayah kaaa” sahutnya seraya tertunduk menahan tangisnya. Seketika rasa penasaranku padam, bahkan mataku kering tak berair, bukankah ini yang aku inginka ? inkah ? melihatnya terbaring kaku tak bernyawa ?. pertanyaan itu terus berputar didalam kepalaku. “kaka, kenapa tidak menangis ? kaka gak sedih ya ?” tanya adiku polos, aku menatapnya datar lalu tersenyum masam. “apa penyebabnya ?” tanyaku sinis, “katanya terkena serangan jantung kaa,” guman adikku pelan, lebih pada diri sendiri. Dengan santai aku beranjak masuk ke dalam rumah, “sabar ya ka” ujar pamanku lirih, aku terdiam, tetap melanjutkan langkahku, sekilas kulihat tubuh itu terbaring kaku, dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya, “apa kaka mau melihat ayah untuk yang terakhir kalinya ?” tanya nenekku dengan suara yang parau, aku tak bergeming . Aku melanjutkan langkaku menuju kamar,tanpa sadar aku tersenyum kecil.
                Pemakaman ayah berjalan dengan lancar, seluruh keluarga besar datang untuk memberikan penghormatan terakhir, aku tetap tak bergeming, bahkan aku masih memasang tampang datar. “kenapa kaka tidak menagis ? apa kaka tidak bersedih untuk ayah ?” tanya bibiku tajam, “apa harus setiap kesedihan diperlihatkan dengan cara menangis ?” tanyaku sinis. Sebelum bibiku menjawab, aku telah melangkahkan kakiku.
                Aku berjalan, menatap indahnya langit malam, di rumah sedang diadakan tahlilan untuk almarhum ayahku. Inilah yang aku harapkan, tuhan mendengarnya, semakin membuatku yakin bahwa setiap perkataan adalah doa, yang akan terkabul, entah sekarang, esok, ataupun nanti.

Bogor, 11 April 2012

Dea  Ajeng  Pratiwi  

Harapan


Sejauh mata memandang, hanya satu hal yang saat ini selalu muncul dalam benaku, kehidupan, entah mengapa hanya saja pikiran akan masa depan, kehidupan selanjutnya yang akan ku jalani, aku tidak tahu, sedikit rasa takut selalu menghatuiku,takut akan kegagalan, takut akan ketidakmampuan dalam bersaing melawan derasnya arusglobalisasi, ataupun kepercayaan diri ini yang sangat buruk. Aku takut, bahkan untuk menentuka akan mennjadi seperti apa diriku di masa depan saja masih bingung, akan tetapi ada satu hal yang sangat aku pegang erat sebagai prinsipku, aku tidak ingin jatuh seperti teman dan sodara-sodaraku, mereka seperti fuji, bilina bahkan rani, jatuh pada lubang yang sama, kemaksiatan yang menghancurkan masa depan, menghancurkan cita-cita dan menghancurkan nama baik keluarga. Dan lihatlah saat ini mereka hanya bisa tersenyum menahan malu dan penyesalan, penyesalan mengapa harus melakukan hal sebodoh itu, sehingga melahirkan anak yang tak berdosa, tak tahu apa-apa. Bodohnya lagi mereka tidak pernah mau belajar dari pengalaman teman mereka sendiri. Aneh ! apa karena mereka orang kampung yang kurang dalam pendidikannya ? bukan, mereka bersekolah sama halnya sepertiku, lalu kenapa ? bukankah ini sangat aneh ? didikan orang tua ? atau karena kurangnya pendidikan agama ? mustahil, pendidikan orang tua, mana ada orang tua yang tidak meendidik anaknya dengan baik, pendidikan agama ? bukankah dari kecil mereka mengaji, diajarkan oleh guru ngaji apa-aapa saja perintah dan larangan yang di perintahkan tunah kepada umatnya ? tentu saja ini semua bukan hanya sekedar faktor intern, namun faktor ekstern, lihatlah jaman ini yang mereka sebut ssebagai jamanya globalisassi, dimana tidak ada ruang dan batas antar negara, sehinga secara tak langsung pertukaran budaya yang mempengaruhi kehidupan remaja masa kini. Aku lelah menjelaskan tektek bengek mengenai budaya barat yang seperti ini ataupun seperti itu, ha, mereka sudah tahu, bukankah sebagai pelajar seharusnya kita bisa memfilter informasi-informasi apa saja yang baik dan buruk, kita dijaman yang seperti ini setidaknya pernah mengecap pendidikan walaupun hanya di bangku SD. Namun mengapa hasil dari belajar selama 6 tahun-setidaknya, berakhir seburuk ini ? bahkan sepertinya pendidikan selama enam tahun itu menguap begitu saja ? apa ini salah guru ? ataupun sistem pendidikan kita ? ha, aku yakin bukan, menyalahkan ini itu, menurutku yang namanya sistem apa lagi pendidikan, tidak mungkin mengajarkan hal yang seburuk itu terhadap orang yang ssedang diajarkanya ? haha ini benar-benar lucu kawan, sungguh, aku tidak tahu mengapa walaupun dalam hal ini hatiku cukup teriris, melihat teman dan juga sodaraku yang selama ini setidaknya kami pernah menggantungkatn sebuah cita-cita hilang begitu saja karena pergaulan bebas ? bnenar-benar konyol. Meskipun tulisan konyolku ini tidaak ada yang membaca, tak apa, aku berharap, hanya berharap, karena untuk melakukan seuah perubahan bukanlah hal yang mudah, nutuh proses dan juga perjuangan yang panjang, untuk itu aku ingin memulainya dari diri sendiri, sebelum terlambat ada baiknya kita menccegah dari pada mengobati, semoga saja di tahun ini lebih banyak remajaa yang memperjuangkan ciita-citanya dari padda ccinta-cintanya yang hanya merugikan juga menghancurkan masa depan.