Dunia baru, entah mengapa ketika orang-orang memasuki suatu lingkungan yang baru maka mereka akan menyebut itu semua sebagai 'dunia baru' . Meskipun apa yang mereka katakan itu benar karena, ketika kita memasuki lingkungan yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya akan membuat kita asing, sehingga itulah gunanya beradaptasi. Beradaptasi dengan lingkungan mungkin akan jauh lebih mudah jika kita bisa berdamai dengan keadaan, berdaamai dengan segala sesuatunya yang berhubungan dunia baru itu.
Begitupun dengan apa yang tengah aku rasakan saat ini. berharap keajaiban selama menjalani masa transisi dari siswa untuk menjadi mahasiswa. perbedaanya terlalu mencolok antara siswa dengan tambahan kata 'maha' didepanya. ketika menjadi siswa di bangku SMA aku selalu berpikir, ketika aku kuliah nanti akan menjadi suatu keadilan yang nyata karena kebanyakan mereka orang-orang yang di sebut sebagai intelektual itu teramat menyanyangi sikap individual, bekerja keras untuk menggapai masa depanya dengan menyabet gelar sarjana. aku merasa kehidupan kampus akan sangat keren dan hebat kerena, kita akan dididik menjadi orang dewasa. ketika di bangku sekolah kita hanya diajarkan ilmu-ilmu yang sudah ditemukan, sedangkan di bangku perguruan tinggi ini kita tidak hanya diajarkan ilmu-ilmu yang sudah ada akan tetapi kita pun dituntut untuk lebih bersipak kritis ilmiah dan menemukan hal-hal baru. dan itu semua sangat keren bagiku.
Bukan hanya itu saja kehidupan mahasiswa pun sangat komplek, dengan tidak memakai seragam mahasiswa akan berpikir fasion itu sangat penting untuk menjaga penampilan mereka agar tetap 'kece'. penuh dengan hal-hal yang berbau pengetahuan, itulah awalnya aku mengira perkuliahan, tentunya aku tidak pernah berpikir bahwa kehidupan mahasiswa akan seperti di ftv-ftv itu, glamor, waktunya sangat banyak dan hal-ha yang bebas lainya. itu semua tentu saja hanya sebuah akting, haha.
Tetapi setelah aku sendiri yang merasakan kehidupan sebagai 'mahasiswa' agak sedikit bergeser dari apa yang kuharapkan selama ini. pada kenyataanya menjadi mahasiswa adalah menjadi seorang yang lebih disiplin waktu, disiplin dalam hal belajar dan segalanya, terlebih aku kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri yang terkenal akan kehebatannya dalam berinovasi, ya Institut Pertanian Bogor inilah yang sekarang menjadi kampus tercintaku. kuakui pertama kali memasuki gerbangnya yang megah ini membuat hatiku bergetar betapa kerennya aku dapat berkuliah di IPB ini. tapi ada banyak hal yang menarik dari IPB dibanding dengan universitas lainya, yakni ketika tahun pertama semua mahasiswa baru diwajibkan untuk tinggal di asrama, ini sifatnya wajib bahkan ada ip asrama, mengerikan, meskipun rumainggal di asram berapa kilometer saja, aku wajib tinggal di asrama yang yaaa cukup, cukup sempit kamarnya untuk di huni oleh empat orang, cukup luas tamanya, cukup mengerikan jika aku menjemur pakaian karena terancam akan hilang, ya wajar saja karena ini asrama yang di huni oleh beribu-ribu orang sehingga bisa dikatakan wajar jika ada yang kehilanagn hati manusia siapa yang tahu, benarkan ? ya begitulah. aku belajar bagaimana menjadi mandiri, susahnya mencari masakan yang rasanya sama dengan rumah itu bagai mencari jarum dalam tumpukan jerami di tambah dengan kelayakan tempat makan di luar area kampus sungguh mengerikan. tetapi itulah kenyataan. awalnya aku sangat menyesali keputusan ini semua, mengapa dan kenapa aku harus kuliah di sini dengan jurusaan peternakan pula, tapi akhirnya aku sadar bahwa inilah garis yang sudah di takdirkan tuhan untukku, ya lambat laun aku berdamai dengan keadaan, berdamai dengan IPB, berdamai dengan asrama, dan memulai untuk mencoba menikmati hari-hari di IPB. dan saat ini aku tengah menjalaninya. karena aku tahu kehidupan yang sebenarnya jauh lebih indah dari pada cerita-cerita indah yang tertulis di novel-novel bestseller hahaha.
Selasa, 10 September 2013
Kamis, 31 Januari 2013
Yang Sengaja di Lupakan
Kali ini aku benar-benar menangis,
menangisi hal yang seharusnya tak boleh aku ingat-ingat lagi. Kau tahu mengapa
? karena orang yang kutangisi itu seharusnya sudah tenang di alam baka. Tapi,
lihatlah aku malah menangis sseraya menepuk-nepuk dadaku, rasanya ssakit
sekali. Aku merasa kehilangan. Selama ini aku sengaja, membiarkan kenangan
bersama dengan pengaruhnya hilang, seperti menguap. Sudah hampir selama ini aku
kuat, bisa tanpa petuah-petuah sederhana yang sangat berarti darinya, mirip
ssemacam dengan vitamin yang harus rutin di konsumsi setiap hari, karena bila
dilupakan akan membahayakan bagi kesehatan. Kau tahukan vitamin itu hanya
dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, namun walaupun sedikit harus ada, karena
ia berperan sebagai regulator di dalam metabolisme sel tubuh kita.
Bukankan vitamin itu sangat penting
? sama halnya dengan pengaruh yang ia berikan padaku, meskipun masih terdapat
sisa-sisa yang sebagian kecil masih bisa kurasakan namun lambat laun kebutuhan
akan petuah-petuah yang membangun jiwa itu semakin mendesak. Tidak pernah ada
yang sama. Dan sekalipun itu motovator terbaik di dunia ini tidak akan pernah
menggantikanya. Selamanya.
Aku menangis lagi. Rasanya begitu
nyata, sakit sekali. Aku butuh petuah-petuah sialan yang mampu membuatku
bangkit dari keterpurukan dan berbagai tekanan, apalagi saat ini, di
tengah-tengah segudang pelajaran dan juga ujian yaang akan kuhadapi, aku goyah.
Mengingatnya membuatku tepental ke masa lalu, maasaa dimana orang itu masih
ada, berceloteh ringan yang penuh dengan makna dan arti kehidupan. Mengartikan setiap
nikmat-Nya, dan mensyukurinya. Bahkan sampai saat ini setipa kata yang berkesan
darinya selalu terpattri dalam benakku.
Di tengah tipu daya duniawi dan
jahatnya hubungan sosial saat ini, aku semakin mundur, mentalku yang telah
dibangun oleh iman dan juga ketakwaan belum sepenuhnya sempurna, ketika ia
masih ada, petuah-petuahnyalah yang menjadi doping apabila iman dan takwaku
mulai melemah. Ataupun ketika krisis kepercayaan dan jati diriku yang masih
labil, perkaataan perkataan ssederhananyalah yang mampu membuatku percaya akan
diriku senddiri, percaya bahwa aku mampu menghadapi dunia,percaya bahwa aku paasti
beerhasil di masa yang akan datang. Selaalu percaya pada diri sendiri.
Namun ketika ia pergi, aku telah
mengikhlaskanya, mungkin begitulah takdir tuhan, orang baik tidak pernah
berlama-lama tinggal di dunia yang penuh dengan tipu daya ini. Ia kembali
kepangkuan yaang maha kuasa karena menderita penyakit gagal ginjal. Tidak lama,
hanya sebentar saja, lalu pergi. Takdir tuhan siapa yang tahu ?
Aku selalu meyakinkan diriku bahwa
aku pasti bisa, pasti bisa tanpa harus selalu bergantung pada
nasehat-nasehatnya. Sudah terlalu banyak pelajarn mengenai hidup yang ia
berikan padaku. Aku kagum padanya, ia pekerja keras, sangat mencintai
keluarganya. Tidak akan pernah ada yang sepertinya lagi. Sungguh. Aku merasa
beruntung setidaknya hampir 2 tahun aku mengenalnya, meskipun singkat, akan
tetapi itu semua sangat indah dan berharga. Sudah sampir selama ini, aku baru
bisa mengenaangnya melalui sebuah tulisan yang mungkin masih sangat buruk.
Meskipun ia sudah beristrirahat
dengaan tenang, aku akan tetap membuktikan bahwa aku mampu, aku pasti bisa,
lihat saja nanti. Mungkin saat ini satu-satunya cara untuk mengembalikan
motivasiku adalah dengan mengenangnya seperti ini, ditengah-tengah tekanan dan
seluruh beban yang sangat berat saat ini. “Aku pasti bisa, aku bisa pak, bapak
tenang aja, aku akan belajar dengan
baik, makan dengan baik, berdoa dengan baik, dan aku pasti berhasil, aku sangat
benci keluargaku sendiri, terutama ayahku, tapi, kau sselalu bilang, jangan
pedulikan dia, urusi saja hidup dan massa depanmu untuk membuktikan bahwa
apapun yang kau pilih itu dalah yang terbaik, aku akan selalu mengingat itu
pak, akan selalu dan selamanya. Sungguh. Maapkan aku, jika aku menangis untukmu
dan membuatku tersiksa, mulai dari sekarang aku akan bangkit, kau tahu,
pelajarn kimai akan kutaklukan di UN nanti, lihat saja nantti pak, terimakasih
banyak pak. Selamat jalan.....”
Rabu, 30 Januari 2013
Catatan Usaang
Ini
benar-benar membosankan asalkan kau tahu, dua minggu tanpa berlibur, anggap
saja begitu, aku tidak mempunyai selera yang cukup bagus untuk ini semua,
sangat bodoh, hanya mengotak-atik laptop dan begitulah aktifitas yang entah
mengapa selalu aku kerjakan, bahkan untuk membuat cerpen saja rasanya inspirasi
itu hilang, aku yakin ia sedang berlibur bersama dengan semangat, mengerikan
bukan, hidupku selama hampir dua minggu harus terkapar di dalam kamar yang
luasnya tak mencapai 1km. Aku benci ini, meskipun begitu aku bersyukur laptop
dan handphoneku masih mau menemaniku walau aku sendiri sangat bosan meihat
mereka. Hanya sebatass tidur dan tidur, kawan membaca novel saja saat ini
begitu menyeramkan, kau tahu kenapa ? mataku tak kuat lagi mentap lama-lama rangkaian
kata itu, meskipun ceritanya seru bahkan lebih membahana badai dari pada bulu
mata syahrini, namun apa boleh buat ? aku tak sanggup membacaya, buku-buku itu
sama saja dengan obat tidur, aku takut
bila terlalu sering tidur, tentu saja itu dapat membuat berat badanku naik,
entah berapa kilo, yang jelas liburan saatini adalah liburan terburuk yang
pernah kurasakan. Kalau aku boleh jujur menekan tombol-tombol keyboard seperti
ini membuatku migren sebelah. Ini semua kupaksakan, tadinya aku hanya ingin iseng
saja, tapi pada akhirnya aku menceritakan semuanya, haha bukankah ini sangat
konyol kawan ? ahaha lupakan !! aku tahu ini konyolmencoba mengawali chat
dengan beberapa orang yang ku kenal namun sayang hasilnya nihil, ini membuatku
sangat bosan sekali sekali sangat bosaaannnnnn !!! tolong ku berharap segera
masuk sekolah dan ya sibuk lagi !! namun sodara-sodara apa yang terjadi ketika
masuk sekolah ? ya tugas menumpuk disana disini dimana-mana, mengerikan !!
belum lagi ujian nasional yang akan segera tiba, maksudnya ya begitu, aaahhhh
beteeeeee !!!!! stresss berat ahahahhhhh
Catatan
usang seperti apa ? seperti usangkah ? bukankah aku mencatat dan menyimpanya di
sini ? bukankah ini canggih ? benarkan ? ya seharusnya begitu benar. Apa yang
sedang aku pikirkan saat ini aku tidak tahu, sepertinya aku labil, tapi adiku
lebih labil. Entah apa yang seharusnya aku tuliskan ? aku tidak tahu, sangat
tidak tahu, benar-benar tidak tahu. Hentikan saja dan lupakan saja. Terima
kasih, tapi untuk apa ? untuk apa ? entahlah, benar-benar kacau.
Tanpa Judul
Entah apa yang semestinya ku postkan pada blog
yang miskin pengunjung ini, seandainya ada, paling hanya kebetulan lewat atau
karena kesalahan pada saat mengklik sehingga masuklah kelaman lapuk ini,
menyedihkan. Hai kawan, ijinkanlah aku untuk mencurahkan isi hatiku yang entah
mengapa kahir-akhir ini sangat kacau, bahkan tak menentu. Mungkin karena
terlalu stres menghadapi ujian, to, dan serangkaian hal-hal yang menyangkut
masa depan, aku takut. Selama ini aku mencoba untuk tegar menghadapi semua ini,
akan tetapi coba lihat bagaimana keadaanku saat ini? Sungguh mengerikan,
terkadang aku malah membanci diriku sendiri, entah itu karena hal sepele
ataupun yang lainya. Entah mengapa rasa benci terhadap diri sendiri itu kini
muncul lagi setelah sekian lama aku berhasil menguasainya. Aku takut kebiasaan
burukku terulang kembali, haanya karena hasil jepretan alat canggih abad 21
yang terkadang membuatku naaik pitam.
Irois
memang, hanya karena masalah sepele lalu dengan serta merta aku membenci diriku
seperti 1 tahun yang lalu. Aku tahu ini akan berakibat buruk terhadap
kesehatanku, tapi mau bagaimana lagi. Fobia akan badan yang tidak sempurna dan
wajah yang terlalu bulat membuatku semakin melupakan nikmat dan karunia-Nya. Ini
sangat keterlaluan, sudaah kucoba untuk melupakan semua kehawatiran itu namun
apa daya, sepertinya imanku terlalu lemah. Mengerikan.
Belum
lagi serangkain tekanan yang tengah aku hadapi untuk UN. Seperti terdapat
ratusan ton beban berat yang menempel di pundak dan d pikiranku. Aku tau, aku
sudah membulatkan tekad, menggepalkan niat dan percaya diri sendiri. Namun akibat
kelalaianku d massala lalu, tentu saja ada beberapa pelajaran yang sebelumnya
belum aku kuasai d kelas sebelas dan sepuluh, yang akan menghambt pengerjaan
soal-soal UN nanti. Aku sangat percaya diri, walau terkadang rasa percaya diri
itu goyah, anamun tetap saja aku berusaha untuk jujur dalam setiap ujian yang
kuhadapi selama aku sekolah.
Walaupun
kebanyakan sakit haati yang ku terima karena melihat teman-teman yang di kelas
kemampuanya biasa-biasa saja bahkan di bawahku, namun ketika ujian nilai mereka
di atasku. Sunggu sakit. Akan tetapi aku selalu merasa bangga terhadap
nilai-nilaiku selama ini. Karena walaupun jelek itu adalah hasil jerih payahku
sendiri. Aku juga benci tes IQ. Tes itu sangat memuakan bagiku. Entah mengapa
tes yang katanya mampu mengukur seberapa cerdas otak kita. Pertaa kali aku tes
IQ hasilnya sangat mengecewakan, d bawah seraatus, walauupun tergolong
rata-rata, tetap saja itu sangat mengecewakan.aku merassa tidak terlalu bodoh,
setidaknya dari SD sampai SMA saaat ini aku selalu mendapat peringkat 5 besar. Namun
lihat IQ-ku begitu mengecewakan, sedangkan adiku yang pemalas, tidak pernah
belajar tapi IQ-nya 122, sangat menyebalkan bukan ? ini aneh. Aku yakin ada
yang salah dalam tes IQ itu. Sungguh aku benci tess IQ.
Bukan
hanya itu saja, aku jugaa tidak terlalu suka pelajaran fisika, bukan, bukan
karena isinya rumus semua, akan tetapi metode pembelajaranya yang benar-benar
buruk. Hampir dua tahun aku bolot fisika, sebenarnya tidak terlalu bolot akan
tetapi karena gurunya, yang hampir di kelas satu dan dua itu-itu saja dan jaran
masuk kelas apa lagi memberikan materi. Ini benar-benar merugikan. Karena imbasnya
saat ini, ketika kelas tigaa yang akan menghadapi UN.
Kalo
boleh aku berpendapat UN di negara tercinta ini benar-benar palsu, lulusan
palsu, nilai rapot palssu, semuanya serba palsu. Aku akui itu. Aku tidaak
bermaksud sombong karena aku juga termasuk bagian dari yang palsu itu, sedikit.
Sistem negara ini benar-benar kacau. Cita-citaku ingin sekali menjadi pengamat
politik, namun lihat aku malah mengambil jurusan IPA, tammatlaah cita-cita itu,
tergantikan oleh cita-citaku yang baru, menjadi seorang petani. Lihat saja, aku
juga pasti akan berkontributor untu negara ini dalam satu bidang. Yaitu pertanian.
Minggu, 06 Januari 2013
Bahagia dan Cinta
Sekarang
atau kapanpun itu pasti akan berubah, kau tau tidak, apa saja hal-hal yang
membuatku bahagia ? orang bilang bahagia itu sederhana, entah sesederhana apa ?
dan seperti apa yang tengah mereka pikirkan mengenai definisi sederhana yang
menurutku berbeda. Ada banyak hal yang dapat membuatku bahagia, seperti makan
enak, ataupun nilai ulangan yang bagus, setidaknya di atas kkm, dan masih
banyak lagi, namun yang paling membahgiakann adalah ketika aku menyelesaikan
panggilan alam dengan tenang dan damai, rasanya lega sekali, seperti dunia ini
bertambah luas. Namun kebanyakan mungkin bahagia di mata remaja ssaat ini
adalah kehidupan cinta, aku tidak terlalu mengerti menenai cinta dan tektek
bengek yang menyertainya, mengapa ? karena hal seperti itu belum sempat aku
pikirkan, pernah aku pikirkan akan tetapi itu sangat menggangu dalam proses
pembelajaran jujur saja, ketika merasakan indahnya jatuh cinta-jujur saja aku
juga normal meskipun tidak terlalu mengerti-maka kau akan melupakan segalanya,
aku yakin fokusmu hanya terrtuju pada seseorang yakni si dia, dan secara
perlahan pelajaran, peer bahkan kewajibanmu-mungkin-dalam ibadahpun sedikit
melonggar, mungkin sebagian orang yang sangat menikmati indahnya jatuh cinta
yang melupakan segalanya, setidaknya kau akan sedikit menggesser konsentrasimu
yang tadinya belajar kerass dan bla bla, hanya karena ada orang lain yang
sangat menaarik perhatianmu maka kau langsung menggeser tempat itu untuknya,
sehingga secara tidak langsung kau aakan teralihkan, selalu tergesa-gesa ingin
bertemu denganya, ataupun lebih ssering memperhatikan penampilanmu, benarkan ?
Ah jujur
saja kawan itu sangat manusiawi, dan tentunya karena kita sedang masa pubertas
itu wajar-wajar saja. Yang tidak wajar itu apabila kita terlalu fokus pada orang
itu, ya tentunya akan merusak keseimbangan aktifitas dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Bagiku itu sangat tiddak baik, sama halnya virus ataupun bakteri
yang sangat merugikan, aku tidak terlalu suka jatuh cinta, kalaupun mau aku
hanya akan menjadiakannya ssebagai motivasi untuk menjadi yang lebih baik lagi,
ya begitu saja. Aku bukan termasuk golongan anak gaul ataupun populer di
sekolah, hanya anak biasa tidak terlalu istimewa, tidak menonjol dalam bidang
non akademik, sedikit baik dalam bidang akademik, dan kebanyakan ceroboh dalam
setiap hal yang kulakukan, sedikit buruk memang, hanya saja lebih baik dari
pada tidak mencobanya, setidaknya kita mempunyai penngalaman dalam hal apapun
terkecuali dalam hal yang negatif.
Aku Berharap Ayahku Mati
“Aku berharap
Ayahku mati” ujarku dengan nada yang datar dan dingin. Tatapanku lurus
menerawang, “aku juga akan bahagia jika aku menjadi seorang yatim” tambahku
dengan senyum sinis, “a pa yang menjadi dasar engkau mengatakan hal itu nak?”
tanya wanita dihadapanku dengan hati-hati, “hatiku, rasaku, jiwaku terhadapnya
telah mati” sahutku dengan datar, entahlah apa sekarang aku sudah jadi anak durhaka
? apa aku sudah membuat dosa yang sangat besar ? apa aku akan masuk neraka ?
aku sungguh tak perduli, biarlah aku di cap oleh seluruh warga dunia, bahkan
para malaikat sedikitpun aku tak perduli, wanita dihadapanku kini tercengang
menatapku penuh dengan tanda tanya. “apa yang kau-“ kalimatanya segera kupotong
“aku tidak perduli, apa pun yang akan kau katakan padaku, aku tidak butuh nasihatmu,
tentang orang tua, dalilnya, ataupun segala yang berhubungan dengan orang tua,
aku sama sekali tidak perduli” tuturku dengan menatapnya tajam. “aku hanya
ingin kau mendengarkan apa yang akan kuceritakan padamu, tanpa harus memberi
komentar bahkan solusi untukku” jelasku dengan sinis, sungguh aku hanya ingin
bercerita saja aku tidak membutuhkan solusi atau apalah itu, aku hanya tidak
ingin kehilangan gravitasi kehidupanku dan tertarik oleh black hole. Biarpun
aku dianggap aneh bahkan mungkin dianggap tak wajar oleh teman-temanku, aku tak
perduli. Yang terpenting adalah aku masih waras dan aku masih bisa menjalani
hidupku, hanya itu.
Wanita yang berada di hadapanku
adalah guru bp, entah bagaimana guru ini mencurigaiku sejak pertama masuk SMA,
bu Ningrum namanya, orangnya manis, mempunyai perawakan tinggi pepat, wajahnya
putih bersih, mungkin menggunakan kosmetik pemutih yang tidak berkwalitas,
terbukti terdapat bercak hitam diantara pipinya yang cabi. Mudah sekali
dikenali karena saat ini kosmetik tersebut populer dikalangan ibu-ibu, walaupun
resikonya berbahaya. Ia memakai kaca mata tebal, dan berkerudung. Hampir enam
bulan ia mencoba mendekatiku, dan sekarang ia berhasil membawaku masuk
kerruangan yang di anggap “keramat” oleh seluruh siswa. Ia menanyakan mengapa
aku tak pernah bergabung dengan teman-teman yang lainnya, apa aku pemalu ? apa
aku punya musuh ? atau masalah keluarga ? pertanyaan konyol yang membuat
kupingku berdenging adalah pertanyaan terakhir, lalu aku mengakui bahwa memang
saat ini itulah masalahku, ahhkk bukan saat ini saja, akan tetapi selama
hidupku ini. ”baiklah nak, ibu akan dengar semua keluhanmu, apapun itu ibu siap
mendengarkan, katakanlah apa yang menjadi masalahmu, ibu tidak akan berkomentar
apapun sebelum engkau selesai” ujarnya dengan ekspresi yang meyakinkan
“baiklah, memang itu yang yang aku harapkan” tuturku sebelum kuawali
ceritahidupku,aku mencoba tegar, tuk berbagi demi keseimbangan gravitasi
hidupku, kuhembuskan napas yang panjang dan sesak ini. “entahlah , harus dari
mana memulainya, yang jelas aku membenci keluargaku, terutama ayahku,
sebenarnya untuk memanggilnya dengan sebutan ayah saja, sudah membuatku hancur,
dan itu sangatlah menyulitkan, aku berharap ia mati dan pergi dari kehidupan
dunia ini, karena aku tak menginginkanya, aku juga berharap tak pernah
dilahirkan dalam keluarga ini, namun waktu dan takdir tak dapat di ubah,
segalanya memang harus seperti ini.”
“sungguh aku membenci ayahku,
sampai matipun aku akan tetap membencinya, aku tahu semua orang akan
menganggapku sebagai anak paling durhaka, dan mungkin aku di cap masuk neraka. Semua itu hanya akan
menjadi angin lalu, mereka boleh saja mencaci, memaki, dan mengumpatku, tetapi
mereka tak tahu bagaimana dengan perasaanku, hatiku, dan juga hidupku, mereka
tak pernahberpikir ke arah itu, aku merasa pantas berbicara seperti ini, pantas
sekali, karena aku merasa lelah terus menerus bersandiwara di hadapan orang
lain, ingin sekali aku menunjukan siapa diriku sebenarnya, karena aku tidak
mungkin selamanya hidup dalam kemunafikan.”
“harapanku telah hancur, tak ada
yang tersisa untuk orang yang kupanggil ayah, aku menganggap ia sudah mati, dan
akan semakin indah bila itu sampai terjadi. Entah sampai kapan ibuku bertahan
dalam rumah itu, aku selalu mendorongnya untuk pergi ke meja hijau, aku tak
ingin melihatnya terus menerus terluka, seandainya luka itu kasat mata, ku rasa
tumpukan lukanya sudah membusuk, akan tetapi ibu selalu membela ayah, ibu
selalu mengatakan bahwa baik buruknya dia tetaplah ayahmu, aku benci
mendengarnya, aku sangat benci” ujarku panjang lebar, aku mulai terisak,
tangisku buyar seketika, garis pertahananku jebol seketika, kuusap kedua
pipiku, bersiap melanjutkan kisah ini, “baik aku dan adiku, sama-sama terluka,
teraniaya, kami tidak menderita luka fisik akan tetapi batik kami !!!, yang aku
takutkan sekarang adalah adiku, bagaimana jika ia berumah tangga kelak ?
bagaimana jika ia menuruti sifat ayahku ? bagaimana ?”
“Ayahku adalah seorang pengaguran,
sebenarnya kami membuka klinik dirumah, sayangnya klinik kami terkadang sepi.
Sedang Ayah hobi memancing dan berjudi, yang membuat keluarga kami terlilit
banyak hutang. Aku lelah terus menerus belajar prihatin, bersabar. Melihat
tingkah ayah yang santai dan lambat dalam merespon masalah kami, membuatku muak
melihanya.”
“Hal yang paling aneh adalah
ayahku selalu memaki, mencaci, mengumpat bahkan tak jarang ancaman akan
membunuh kami terlontar dari mulutnya yang kotor. Ayah paling tidak suka bila
melihat kamimenangis, padahal yang menyebabkan kami menangis ia sendiri. Ia
begitu sombong dengan kemampuan yang ia miliki, seakan tak ada seorangpun di
dunia ini yang lebih hebat darinya. Seringkali jika kami tak tahu apakah esok
akan makan atau tidak, ia berani mengumpat tuhannya sendiri. Banyak sekali
musuh disekitarnya, pantas saja ia di benci oleh banyak orang, aku sendiri
sebagai anaknya berharap ia lenyap.”
“pernah ibu bercerita tentang
masa lalu ayah, ibu bilang ayah tumbuh dalam balutan kekerasan dan kedisiplinan
yang tinggi, kakek adalah orang yang paling ayah takuti, bahkan ayah pernah
dikejar-kejar kakek dengan pedang tajam, hari-hari ayah dilalui dengan siksaan,
keluarganya tidak harmonis.”
“Namun apa pantas sekarang ia
melampiaskan dendamnya pada kami ? apa dia tolol ? bukankah ia tersakiti dengan
perlakuan kakek terhadapnya ? ia lupa bahwa aku, adiku, dan ibuku membencinya
lebih dari apapun! Dasar bodoh ! kenapa aku harus mempunyai ayah seperti dia
!!! aku berharap tuhan mendengarkan segala doaku. Aku tidak akan pernah
menyesal, karena bagiku ia bagai benalu dalam hidupku.”
“Aku selalu dikekang olehnya, ia
terlalu posesif, sayangnya aku selalu terkena semburan caci maki, bukannya
petuah.”
“Aku ingin sekali seperti orang
lain, sosok ayah yang selalu diidolakan, ayah yang penyayang, ayah yang
membimbing anak-anaknya, ayah yang-“ paparku panjang lebar serapa mengusap ke
dua pipiku. “Aku seperti orang bodoh yang berjalan di atas bara api, walaupun
aku tahu kakiku terbakar, tetap saja aku melangkah diatasnya. Entah bagaimana,
masalah ini telah menghilangkan sebagian hidupku” jelasku seraya membuang muka,
mataku pedih, rasanya air mataku hanya terbuang sia-sia.
“Aku rasa semuanya terbuka jelas
di mata ibu akan aku yang sebenarnya, terimakasih banyak” akupun berlalu dengan
santainya. Atmosfer di ruangan ini begitu sesak, membuatku sulit bernapas.
Kulangkahkan kaki ini secara perlahan menuju pintu gerbang, adasedikit kelegaan
yang kurasakan, aku menengadah ke atas langit yang mulai meredup digantikan
sinar rembulan.
“teetttttttttttt” ponselku
bergetar lembut, menyadarkanku dari lamunan kosong, kulihat pesan singkat dari
adiku, “ka pulang dirumah sedang gawat”
aku hanya menyeriangai tajam.
Rumahku tampak ramai dari
kejauhan, dan banyak sekali orang yang berkerumun di depan mulut pintu, tanpa
ambil pusing aku melanjutkan langkah yang tinggal 2 meter lagidari tempatku
berpijak. Mataku menatap nanar bendera kuning di depan pagar, “va, sabar yaa,
ini semua cobaan ya,” ujar salah seorang di dekatku. Aku terpaku, siapa ? siapa
? tiba-tiba adiku berlari menghamprir dengan mata yang sembab, “Ka-ka,….” Sapa
adiku dengan terbata, “siapa ? siap ? ibu ?” tanyaku penasaran, cengkraman
tanganku semakin kuat pada lengan adikku, “bu-bukan ka, tapi ayah ka, ayah
kaaa” sahutnya seraya tertunduk menahan tangisnya. Seketika rasa penasaranku
padam, bahkan mataku kering tak berair, bukankah ini yang aku inginka ? inkah ?
melihatnya terbaring kaku tak bernyawa ?. pertanyaan itu terus berputar didalam
kepalaku. “kaka, kenapa tidak menangis ? kaka gak sedih ya ?” tanya adiku
polos, aku menatapnya datar lalu tersenyum masam. “apa penyebabnya ?” tanyaku
sinis, “katanya terkena serangan jantung kaa,” guman adikku pelan, lebih pada
diri sendiri. Dengan santai aku beranjak masuk ke dalam rumah, “sabar ya ka”
ujar pamanku lirih, aku terdiam, tetap melanjutkan langkahku, sekilas kulihat
tubuh itu terbaring kaku, dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya, “apa kaka
mau melihat ayah untuk yang terakhir kalinya ?” tanya nenekku dengan suara yang
parau, aku tak bergeming . Aku melanjutkan langkaku menuju kamar,tanpa sadar
aku tersenyum kecil.
Pemakaman ayah berjalan dengan
lancar, seluruh keluarga besar datang untuk memberikan penghormatan terakhir,
aku tetap tak bergeming, bahkan aku masih memasang tampang datar. “kenapa kaka
tidak menagis ? apa kaka tidak bersedih untuk ayah ?” tanya bibiku tajam, “apa
harus setiap kesedihan diperlihatkan dengan cara menangis ?” tanyaku sinis.
Sebelum bibiku menjawab, aku telah melangkahkan kakiku.
Aku berjalan, menatap indahnya
langit malam, di rumah sedang diadakan tahlilan untuk almarhum ayahku. Inilah
yang aku harapkan, tuhan mendengarnya, semakin membuatku yakin bahwa setiap
perkataan adalah doa, yang akan terkabul, entah sekarang, esok, ataupun nanti.
Bogor,
11 April 2012
Dea Ajeng
Pratiwi
Harapan
Sejauh
mata memandang, hanya satu hal yang saat ini selalu muncul dalam benaku,
kehidupan, entah mengapa hanya saja pikiran akan masa depan, kehidupan
selanjutnya yang akan ku jalani, aku tidak tahu, sedikit rasa takut selalu
menghatuiku,takut akan kegagalan, takut akan ketidakmampuan dalam bersaing
melawan derasnya arusglobalisasi, ataupun kepercayaan diri ini yang sangat
buruk. Aku takut, bahkan untuk menentuka akan mennjadi seperti apa diriku di
masa depan saja masih bingung, akan tetapi ada satu hal yang sangat aku pegang
erat sebagai prinsipku, aku tidak ingin jatuh seperti teman dan
sodara-sodaraku, mereka seperti fuji, bilina bahkan rani, jatuh pada lubang
yang sama, kemaksiatan yang menghancurkan masa depan, menghancurkan cita-cita
dan menghancurkan nama baik keluarga. Dan lihatlah saat ini mereka hanya bisa
tersenyum menahan malu dan penyesalan, penyesalan mengapa harus melakukan hal
sebodoh itu, sehingga melahirkan anak yang tak berdosa, tak tahu apa-apa.
Bodohnya lagi mereka tidak pernah mau belajar dari pengalaman teman mereka
sendiri. Aneh ! apa karena mereka orang kampung yang kurang dalam pendidikannya
? bukan, mereka bersekolah sama halnya sepertiku, lalu kenapa ? bukankah ini
sangat aneh ? didikan orang tua ? atau karena kurangnya pendidikan agama ?
mustahil, pendidikan orang tua, mana ada orang tua yang tidak meendidik anaknya
dengan baik, pendidikan agama ? bukankah dari kecil mereka mengaji, diajarkan
oleh guru ngaji apa-aapa saja perintah dan larangan yang di perintahkan tunah
kepada umatnya ? tentu saja ini semua bukan hanya sekedar faktor intern, namun
faktor ekstern, lihatlah jaman ini yang mereka sebut ssebagai jamanya
globalisassi, dimana tidak ada ruang dan batas antar negara, sehinga secara tak
langsung pertukaran budaya yang mempengaruhi kehidupan remaja masa kini. Aku
lelah menjelaskan tektek bengek mengenai budaya barat yang seperti ini ataupun
seperti itu, ha, mereka sudah tahu, bukankah sebagai pelajar seharusnya kita
bisa memfilter informasi-informasi apa saja yang baik dan buruk, kita dijaman
yang seperti ini setidaknya pernah mengecap pendidikan walaupun hanya di bangku
SD. Namun mengapa hasil dari belajar selama 6 tahun-setidaknya, berakhir
seburuk ini ? bahkan sepertinya pendidikan selama enam tahun itu menguap begitu
saja ? apa ini salah guru ? ataupun sistem pendidikan kita ? ha, aku yakin
bukan, menyalahkan ini itu, menurutku yang namanya sistem apa lagi pendidikan,
tidak mungkin mengajarkan hal yang seburuk itu terhadap orang yang ssedang
diajarkanya ? haha ini benar-benar lucu kawan, sungguh, aku tidak tahu mengapa
walaupun dalam hal ini hatiku cukup teriris, melihat teman dan juga sodaraku
yang selama ini setidaknya kami pernah menggantungkatn sebuah cita-cita hilang
begitu saja karena pergaulan bebas ? bnenar-benar konyol. Meskipun tulisan
konyolku ini tidaak ada yang membaca, tak apa, aku berharap, hanya berharap,
karena untuk melakukan seuah perubahan bukanlah hal yang mudah, nutuh proses
dan juga perjuangan yang panjang, untuk itu aku ingin memulainya dari diri
sendiri, sebelum terlambat ada baiknya kita menccegah dari pada mengobati,
semoga saja di tahun ini lebih banyak remajaa yang memperjuangkan ciita-citanya
dari padda ccinta-cintanya yang hanya merugikan juga menghancurkan masa depan.
Langganan:
Postingan (Atom)