Minggu, 06 Juli 2014

Bapak Presiden Republik Indonesia


Kepada YTH
Bapak Presiden Republik Indonesia
Di
Tempat

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
            Apa kabar bapak Presiden? semoga dalam keadaan baik-baik saja, terima kasih sebelumnya, karena tanpa adanya bapak, entah seperti apa negeri kita ini, sebagai pemimpin, tentunya bapak sudah bekerja keras mengurus nusantara yang luar biasa luasnya, dengan segala persoalan yang setiap hari bertamabah. Sebelumnya, perkenalan, saya adalah seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri ini. Yang saya ingin tanyakan pada bapak secara pribadi, dari sekian banyak permasalahan yang membelenggu negeri kita ini pak, adalah mengenai efisiensi birokrasi pemerintahan kita pak. Pertanyaanya apakah birokarasi yang diterapkan dalam pemerintahan RI telah sesuai harapan? Jika sudah, mengapa laporan BPK RI (Badan Pengawas Keuangan RI) yang baru-baru ini dirilis menyebutkan bahwa kebocoran anggaran (korupsi, penyelewengan, ketidaktepatan penggunaan anggaran) mencapai angka Rp 13 Trilyun untuk semester II tahun 2013? Pertanyaan berikutnya: dengan kebocoran sebesar itu, berarti bukankah (birokrasi) pemerintahan belum efektif? Pemerintahan diciptakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan anggaran, bukan membocorkannya? Persoalan apakah yang masih membelit organisasi-birokrasi pemerintahan RI sehingga kebocoran anggaran masih demikian tingginya? Apakah kebocoran tersebut disebabkan moral para penyelenggara negara yang tidak amanah? Ataukah, karena aturan-aturan yang diterapkan tidak memiliki "daya paksa" terhadap para penyelenggara negara untuk berperilaku amanah, tertib dan disiplin serta jujur? Birokrasi pemerintah yang tidak efektif, apakah terletak di "wilayah moral" atau "di wilayah ketidak-efektifan aturan"?
            Kemunduran dalam moralitas bangsa kita semakin hari semakin jelas terlihat, mulai dari lapisan bawah hingga partai politik yang berlandasakan agama tak luput dari ranah korupsi. Bagaimana dengan aturan dan prosedur dalam birokrasi kita pak ? pada jaman orde baru, kita terkenal sekali dengan birokrasi uang, dimana untuk membuat kartu tanda penduduk saja, prosedur birokrasi yang harus dilewati sepanjang jalur anyer pantura, dengan sisipan uang sana sini kepada para petugas yang mengurusinya. Saat ini, seperti yang kita ketahui bersama gubernur Jakarta membuat terobosan dengan birokrasi menggunakan teknologi informasi, dimana prosedur yang panjang dan melelahkan itu dipersingkat dengan memanfaatkan jaringan komunikasi, guna memperkecil adanya penyelewengan birokrasi dari tinggkat bawah.
            Pak presiden, ketidakefektifan birokrasi pemerintah kita, bisa jadi karena budaya masyarakat kita yang suka berperilaku menyimpang berjamaah. Dosen mata kuliah sosiologi umum saya mengatakan bahwa "apa tanda bahwa korupsi yang berakar pada birokratisme di suatu negeri? Tandanya adalah, manakala semua cara dipandang halal (walaupun sesungguhnya tidak semuanya halal), sekalipun untuk tujuan yang baik." Manakala, ada perilaku "menerabas" dan menghalalkan segala cara (dan ujung-ujungnya dengan "umpan" berupa uang bagi penyelenggara negara), maka sistem yang baik seperti apapun dalam mengendalikan perilaku orang, maka sistem itu akan lumpuh. Hasilnya birokrasi tidak efetkif.
            Seperti yang kita ketahui bersama pak, tujuan utama pembentukan organisasi birokrasi sebenarnya adalah: (1) efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan orang-orang yang berhimpun dalam organisasi; (2) ketertiban dalam tata-kelakuan secara makro, sehingga masyarakat tidak mengalami kekacauan dan ketidakpastian dalam membina kehidupan bernegara. Bila pemerintahan tidak bisa menjadi birokrasi/organisasi yang menjamin terciptanya efisiensi, efektifitas, ketertiban yang baik dalam berorganisasi negara, maka sebenrnya birokrasi belum berjalan sesuai cita-cita para pembentuknya.
            Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga menjadi bahan pertimbangan untuk kebaikan bangsa kita, terima kasih.
Bogor, 29 April 2014

Dea Ajeng Pratiwi
Institut Pertanian Bogor





 





1 komentar: