“Katakan, apa
motif sodari membunuh ayah kandung sodari ?” Tanya petugas kepolisian kepadaku
dengan nada yang ditekan, membosankan. “sodari tidak mendengar ?” ulangnya
dengan nada yang lebih tinggi. Aku menatapnya dengan perasaan muak, “itu takdir
pak,” gumanku seraya menundukan kepala. “sodari jangan main-main dengan hukum,
jika sodari tidak mengatakan dengan benar sodari akan dikenakan hukuman
berlapis. Cepat katakan !!!” jerit petugas kepolisian itu, matanya garang,
seakan mau keluar, sedangkan kumisnya yang lebat menutupi sebagian bibir
atasnya, membuatnya semakin buruk dimataku. “Ya, itu adalah cita-cita terbesar
dalam hidup saya pak, apa tidak boleh jika saya mempunyai cita-cita yang
seperti itu pak ?” ungkapku dengan nada yang sesantai mungkin, malas sekali
meladeni bentakan-bentakan dari petugas introgasi itu, semuanya sangat
memuakan. Sekilas kulihat ekspresi petugas itu, saat ini matanya sudah keluar
kukira. Kemudia pukulan hebat mendarat di meja coklat nan reot itu,
melampiaskan amarah yang tak mungkin dilakukan kepada seorang tersangka wanita
sepertiku.
***
Ya, akulah
seorang pembunuh, mengerikan memang, tetapi bagiku tidak terlalu buruk,
bukankah sudah banyak kasus-kasus pembunuhan, anak membunuh orang tuanya, orang
tuanya membuhuh anaknya, oh ayolah, ini hal yang biasa di jaman serba canggih
dengan teknologi dan lalala. Dan aku, hanyalah salah satu dari sekian juta
orang yang terjerumus dalam kasus yang sama. Tunggu dulu, walaupun ini adalah
hal yang biasa dalam kamus hidupku, akan tetapi aku mempunyai alasan yang cukup
kuat untuk melakukan tindakan yang paling durkaha ini. Terserah kau mau
mmengatakan istilah yang lebih buruk dari pada durhaka aku tidak perduli, yang
jelas impianku sudah tercapai. Apa kau mengira aku ini gila ? saiko ? psikopat
? hahaha yang benar saja, aku hanyalah wanita biasa, yang menginginkan
kehidupan yang tenang. Hanya saja aku terlahir dalam keluarga yang takan pernah
bisa tenang barang sedikitpun.
Aku tidak
pernah menyesali terlahir dalam keluarga yang miskin harta, tentu saja tidak,
malah aku bersyukur, bukankah orang-orang sukses itu yang telah mengisprirasi
banyak orang itu terlahir dari golongan keluarga yang tidak mampu ? bukankah
karena kemelaratan itu mereka akhirnya mau berusaha ? haha lihatlah dunia ini
memang adil kawan. Banyakan para koruptor yang maling uang rakyat itu terlahir
dari rakyat miskin nan melarat ? hahaha. Sedang aku, aku tidak berharap menjadi
orang kaya raya yang bergelimang harta kelak, tidak, tidak itu bukanlah
cita-citaku. Yang aku mau hanyalah hidup dengan tenang dan damai. Akan tetapi
mencapai angan-angan yang sesederhana itu saja sulit sekali. Ayahku, korban
dari pembunuhan ini, dialah penyebabnya, dia adalah orang yang paling aku benci
di dunia ini. Meskipun terdapat sebagian DNA yang mengawali hidupku darinya,
tentu saja tidak semuanya, dosenku pernah berkata di kelas biologi, bahwa yang
mempengaruhi karatkeristik seseorang lebih banyak adalah faktor lingkungan, di
bandingkan gen yang berasala dari interinsik.
Maka, tidak
ada salahnya jika aku membuhun orang yang selama ini ku panggil ayah, haa,
menjijikan juga ketika nama itu kusebut, dia, yang mengaku ayahku itu lebih
sering terlihat sebagai monster, yang selalu mengancam kami-aku, ibu dan adik,
dengan kata-kata kotornya. Ia dengan sombongnya berkata bahwa kami akan
dicincang habis-habisan, ataupun di bacok dengan cerulit, bahkan di bunuh
dengan pisau lampung koleksi kesayanganya. Bukan hanya itu saja di rumah neraka
ini, kami dilarang menangis, apabila tangisan kami ketahuan oleh bajingan itu,
maka bersiaplah kami akan kena damprat berupa bentakan dan tentu saja dengan
paket ancaman pembunuhan yang aku sebutkan tadi, bisa dicincang, di bacok,
ataupun di hunus dengan pisau kesayanganya. Meskipun selama ini belum pernah
setan itu benar-benar merasuki tubuhnya, tetapi aku yakin suatu saat nanti ia
akan melakukanya pada kami, dan ibuku yang berhati malaikat itu selalu berkata
dalam tangisnya bahwa, jika itu terjadi -si bajingan setan itu membunuh kita,
maka tidak ada yang dapat kita perbuat. Cuaahh, menjijikan memang kata-kata
seperti itu, aku tentu saja akan meracuni si bajingan itu lebih dulu melalui
kopi kesukaanya, ataupun makananya. Enak saja, aku tidak pernah sudi bila harus
mati di tangan brengsek seperti dia.
Jadi, tidak
ada salahnya pembunuhan ini terjadi juga, sudah aku rencanakan matang-matang,
meskipun resikonya hukuman berlapis yakni pembunuhan berencana atau apalah itu,
yang tertera di hukum KUHP, perduli amat. Yang jelas hidup di dalam sel ataupun
di luar sel penjara bagiku sama saja, toh lebih baik aku membusuk di penjara
dari pada harus tersiksa dalam rumah neraka itu. ini tak boleh, itu tak boleh.
Kebahagiaan ? oh, apa itu ? semacam serangga beracunkah ? aku tidak pernah
mengenal kebahagiaan. Meskipun selama ini aku bertopeng dengan keceriaan yang
mampu membuat kehidupanku tersembunyi dari orang lain. Ah, mungkin mereka saja
terlalu bodoh mempercayaiku, si penipu hahaha bagus juga sebutan itu, aku suka.
Kau percaya
denga cerita-cerita sinetron jahanam yang membodohi bangsa kita ? percayakah
bahwa kehidupan keji itu ada di keyataan ? terserah percaya atau tidak bagiku,
sinetron pembodohan itu ada benarnya juga, contohnya saja, jika orang kaya yang
sombongnya tak ketulungan, ataupun orang jahat yang jahatnya level dewa iblis
haha, itu tentu saja ada, manusia, hatinya tidak pernah kita tahu seperti apa,
sedalam-dalamnya laut dapat diselami tetapi sedalam-dalamnya hati manusia siapa
yang tahu, hanya dia dan tuhanya yang tahu. Si brengsek itu, adalah orang yang
tidak akan pernah bisa dipercayai, pembohong kelas kakap, sombong walaupun
melarat, dan gengsinya, ohhh jangan di tanya si brengsek ini benar-benar nomor
satu bila masalah gengsi padahal dia tidak mempunyai apa-apa. Hahahah teman ?
semuanya palsu, di depan si brengsek saja mereka baik, di belakangnya, uhhh
menggunting dalam lipatan, menusuk dari belakang, musuh dalam selimut, apa lagi
istilah lain ? aku tidak tahu, yang jelas mereka semua, termasuk satu kampung
tempat kami menetap membenci si brengsek ini. Anti sosial nomor wahid sejagad
raya, mungkin karena gen sombongnya yang menjadi kangker di tubuhnya, seperti
inilah hasilnya. Aku yakin ketika meninggal nanti sedikit sekali orang yang
akan melayat ke rumah, kalaupun ada itu hanya sekedar menghindari dosa hahahah.
Baiklah, akan
aku jelaskan bagaimana pembuhunan ini bermula, kronologi beserta detail yang
harus dikatakan pada petugas, agar mereka tidak lagi meneriakan
bentakan-benatakan yang menyebalkan, karena aku benar-benar sudah kenyang. Suatu
hari, Seperti biasa, dirumah setan ini, si bajingan itu mengamuk lagi karena
hal sepele, tidak punya uang untuk menyambung hidup besok, tentu saja, dia
tidak bekerja hampir 12 tahun, sedangkan setiap hari, hanya dihabiskan untuk
bermain judi hahahahah. Dia mengamuk, seperti orang yang kesetanan, semua
barang dia rumah dia hancurkan, bahkan menu utama, yakni ancaman membunuh kami
tak lupa ia teriakan. Dengan amarah yang bergemuruh ia menusuk-nusukan pisau
tajam kesayanganya pada lemari dan dinding, dia bilang, bahwa tidak kuat, ingin
membunuh kami, dan seperti biasa ibuku yang berhati malaikat itu menagis lagi,
seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa menangis adalah haram hukumnya,
tapi ibuku adalah wanita yang begitu lelah menanggung penderitaan ini, maka
dari itu ia menangis dengan hebatnya, juga adiku, padahal ia lelaki, aahh lemah
sekali. Dan aku ? apa aku menangis ? tentu saja tidak, aku hanya diam, dan aku
menggenggam pisau belati yang aku curi dari laci tempat koleksi pisau
kesayangan si bajingan itu kemarin sore, aku sudah membulatkan tekad akan
membunuh si brengesek itu hari ini juga. Tak perduli hari ini dia mengamuk,
ataupun sedang baik, bahkan di saat ia tidur. Dan bagusnya ia sedang mengamuk
hebat. Ketika ia sibuk mengumpat ibu yang menangis dan menghunus-hunuskan pisaunya
ke udara, dari belakang, dengan gerakan spontan yang sangat cepat itu aku
menusukan pisau pelati itu tepat pada punggungnya, bukan hanya sekali, karena
aku yakin si brengsek ini tidak akan lumpuh hanya dengan sekali tusukan, maka
aku menusukanya berkali-kali, tidak tahu berapa kali, yang kuingat saat itu
adalah jeritanya yang melengking tajam dengan tindakan berusaha membalas,
tetapi aku menendanganya, tepat di wajahnya, dan mulai menusukan belati yang
berlumur darah itu tepat di dadanya, entah berapa kali, yang ku tahu saat itu,
ibuku pingsan dan adiku yang menatapku dengan mulut terbuka, tampang bodoh.
Darah sialan
itu menyembur ke baju, tangan, muka hingga lantai, semuanya merah, dan aku
suka. Aku tersenyum tajam, melihat si korban yang berhasil kutusuk tergeletak
tak berdaya, kurasa dia telah mati kehabisan darah, detik berikutnya aku
terduduk seraya menatap adiku yang masih dengan tampang bodohnya, dan ia
berkata lirih, “apa yang telah kau lakukan ka ?” gumanya hampir berbisik,
“menyelesaikan masalah” sahutku riang. “kau akan dihukum, kau tahu itu ?”
ujarnya seraya gemetar metapku yang berlumuran darah, “perduli amat dengan
hukum konyol Negara setan ini, nah sekarang yang perlu kau lakukan adalah
memanggil polisi, dan warga setempat untuk mengurusi mayat sialan ini, oia,
jangan lupa bawa ibu ke kamar terlebih dahulu, dia pasti sangat kaget melihat
putri polosnya ini membunuh ayah kandungnya sendiri hahaha” kataku, seraya
bangkit menuju kamar mandi untuk membasuh darah yang menodai tubuhku.
Dan benar
saja, adiku yang bodoh ini melakukan apa yang aku perintahkan, aku tidak akan
lari, aku tahu apa yang telah aku lakukan, dan aku sangat senang. Hidup tenang
akan dimulai detik ini juga. Tidak lama kemudian, rumah kami di kerumini warga
yang ingin melihat si mayat berlumur darah yang tergeletak di ruang tamu, dan
polisipun datang, menyeret aku, adiku dan ibuku. Seperti itu kira-kira, sampai
akhirnya aku berada di ruang introgasi yang pengap ini.
***
“Kenapa ?”
tanyaku dengan santai sesaat setelah menjelaskan kronologi pembuhunan itu. mata
petugas yang tadinya garang, kini berubah menjadi sayu, dipelupuk matanya,
kulihat ada genangan air yang akan tumpah, oh yang benar saja, lelaki garang
yang bermata mau keluar ini sejam yang lalu memakiku dengan bentakan-bentakan
yang memuakan, dan sekarang, setelah kujelaskan semuanya, dia malah menangis,
dasar manusia, lemah. “kau kaget tidak ?” tanyaku seraya tersenyum senang.
“Hidup ini sangat sulit pak, aku hanya membuatnya menjadi lebih mudah, hanya
itu, apa aku salah ? tentu saja secara hukum aku salah, tapi menurut sudut
pandang jiwaku, aku tidak bersalah. Hidup kadang tak adil untuku, walau aku
tidak pernah menyesali apa yang telah di gariskan tuhan untuku, akan tetapi ini
terlalu menyakitkan, mengapa orang lain mempunyai ayah yang baik ? mengapa aku
tidak ? mengapa orang lain sangat menyayangi keluarga mereka ? tetapi aku
tidak” ujarku, dengan tawa sumbang aku menatap matanya, ia berpaling “Daris…
Daris” teriaknya, memanggil petugas yang bernama daris, kemudian si daris itu
datang dengan setengah berlari, “siap pak” jawabnya cepat. “bawa gadis ini
menuju sel” tegasnya, “baik pak” jawabnya, kemudian si daris itu menyeretku
dengan kasar dan memapahku menuju sel penjara……
Dea
Ajeng Pratiwi
Kamis,
03 Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar